MANAJEMEN RESIKO
Manajemen resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum). (Wikipedia)
Manajemen resiko adalah rangkaian langkah-langkah yang membantu suatu perangkat lunak untuk memahami dan mengatur ketidak pastian (Roger S. Pressman).
Rekayasa Perangkat lunak
SOFTWARE ENGINGEERING
Dalam rekayasa perangkat lunak tahap awal adalah pendefinisian tentang rekayasa system apa yang akan dibuat. Diperlukan proses perencanaan dan analisis kebutuhan. Setelah pendefinisian tahap selanjutnya adalah pengembangan, dalam tahap ini adalah bagaimana produk yang telah didefinisikan dengan jelas kemudian akan mulai diimplementasikan. Maka pada proses pengembangan ini akan dilakukan design software, kemudian mengenerate koding-koding pembangun program, hingga program siap dites kebenarannya.
Proses rekayasa perangkat lunak adalah proses yang terus berulang, karena karakteristik perangkat lunak yang membutuhkan pemeliharaan dan continue development agar perangkat lunak tidak kadarluasa. Dalam proses pemelihataan kita melakukan koreksi kesalahan, adaptasi kebutuhan, peningkatan kemampuan atau fungsi dan bentuk pencegahan lainnya agar perangkat lunak tersebut tidak kadarluasa.
Penyebab kegagalan rekayasa perangkat lunak adalah :
- Perencanaan yang tidak realistik, terlalu optimis dalam perhitungan.
- sistem pemantauan kerja yang tidak berjalan dengan seharusnya.
- Perubahan kebutuhan.
- Resiko-resiko lainnya
METODOLOGI PROSES
Metodologi adalah cara sistematis atau cara yang didefinisikan secara jelas untuk mencapai tujuan akhir. Juga merupakan sebuah system tata tertib dalam berpikir atau bertindak. Metodologi yang baik adalah sebuah peta atau jalan yang menjadi panduan untuk menemukan jalan yang tepat untuk mencapai tujuan.
Metodologi dalam proses rekayasa perangkat lunak masih menjadi objek penelitian, tapi sekarang ada banyak model umum atau paradigma yang berbeda dari pengembangan perangkat lunak, yaitu :
- Pendekatan Waterfall
- Pengembangan secara evolusioner
- Trasformasi Formal
- Reuse
MODEL WATERFALL
Pertama kali diperkenalkan oleh Winston Royce tahun1970. Model ini merupakan model klasik yang sederhana dengan aliran system yang linear. Output dari setiap tahap menjadi input bagi tahap berikutnya. Model ini melibatkan SQA (Software Quality Assurance) dengan tahapan yang setiap tahapannya dilakukan verivikasi dan testing. Tahapa-tahapannya adalah :
Requirement
Pada tahapan ini dilakukan analisa kebutuhan, kemudian diverivikasi oleh klien dan tim SQA. Jasa, kendala, tujuan dihasilkan dari konsultasi dengan pengguna system, kemudian semuanya dibuat dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh staf pengembang.
Specification
Jika dokumentasi spesifikasi disetujui oleh klien, maka dokumen tersebut merupakan kontrak kerja antara klien dengan pengembang software. Selanjutnya adalah merencanakan jadwal pengembangan software. Jika disetujui, maka tahap desain akan dilakukan.
Desain
Pada proses desain, system membagi kebutuhan-kebutuhan untuk menghasilkan sebuah arsitektur system keseluruhan. Yang dilakukan pada tahap ini adalah :
- Dekomposisi modul system
- Rancangan masukan dan keluaran
- Penetapan struktur data
- Penetapan prosedur kerja
- Penetapan formula pengolahan data
Implementasi dan Integrasi
Adalah tahap dilakukannya konversi dari hasil rancangan (spesifikasi program) menjadi source code yang terpisah masih dalam bentuk modul, kemudian setiap modul akan diuji terlebih dahulu sebelum digabungkan dengan modul lainnya, kemudian system yang terbentuk dari proses integrasi akan diuji untuk meyakinkan persyaratan perangkat lunak terpenuhi.
Operation Mode dan Retriment
Merupakan tahap terpanjang. Sistem dipasang dan digunakan. Dilakukan pemeliharaan termasuk pembetulan kesalahan yang tidak ditemukan pada langkah sebelumnya.
Jika tim SQA tidak menyetujui maka tahapan pada model waterfall tidak dianggap selesai. Jika terdapat ketidaksesuaian dengan dokumen tahap sebelumnya, maka proses harus kembali ke tahap sebelumnya untuk penyesuaian dan peninjauan ulang. Model ini mengijinkan untuk kembali ketahap sebelumnya.
Permasalahan pada linear model atau waterfall adalah :
- Penanganan perubahan pada saat proses sedang berlangsung menjadi lebih sulit.
- Semua kebutuhan sudah terefenisi sejak awal.
- Software yang diberikan adalah versi terakhir dari setiap tahap, perubahan dalam proses biasanya tidak dilakukan.
- Blocking state
MODEL PROTOTYPING
Terdiri atas tiga bentuk model proses yaitu :
- Diatas kertas berbasis komputer menggambarkan interaksi manusia.
- Working prototype : mengimplementasikan sebagian fungsi perangkat lunak.
- Program jadi : melakukan sebagian atau keseluruhan fungsi yang akan dilakukan. Ada beberapa feature yang belum dikembangkan.
Tahapan proses prototyping adalah :
- Requirement : pengumpulan kebutuhan dan perbaikan
- Quick design
- Pembentukan Prototyping
- Evaluasi Pelanggan
- Perbaikan Prototyping
* Iterasi dilakukan terus menerus mulai dari tapa Quick Design hingga perbaikan Prototype sampai didapat produk akhir.
Permasalahan pada model Prototyping adalah :
- Pelanggan yang melihat working version kemungkinan tidak menyadari bahwa mungkin prototype dibuat terburu-buru dengan rancangan yang disusun tidak terstruktur.
- Pembuatan kadang membuat implementasi sembarang karena ingin working version bekerja lebih cepat.
MODEL SPIRAL BOEHM
Model ini diusulkan oleh Boehm pada tahun 1988 sebagai pendekatan alternative dari model waterfall. Model ini menggunakan fitur yang ada pada model waterfall dan prototype. Setiap tahapan model ini selalu dilakukan risk analisys dan verivikasi atau testing. Model ini memiliki empat aktivitas yaitu :
- Determine objectives : penentuan tujuan, alternative dan batasan dalam proses.
- Risk Analysis : analisa alternatif terhadap resiko yang mungkin terjadi.
- Engineering/develop : pengembangan produk.
- Plant next phase : penentuan rencana-rencana untuk tahap selanjutnya.
Perbedaan yang mendasar antara model spiral dengan model lainnya adalah bahwa model spiral dengan eksplisit menyadari resiko-resiko yang ada. Risk Analysis yang dilakukan model spiral ini adalah :
- Project Risk : Hal-hal yang mempengaruhi tahap proyek, contoh : kekurangan sumber daya.
- Technical Risk : Hal-hal yang mempengaruhi tahap actual, contoh :; personil tidak terlatih ditahap tersebut.
- Bussiness Risk : Hal-hal yang mempengaruhi keinginan perusahaan untuk membuat software, contoh : software ternyata tidak dibutuhkan lagi.
Prioritas resiko dapat dikategorikan sebagai berikut :
- Catastrophic (luar biasa), contoh : penurunan kualitas yang luar biasa, biaya yang tidak terkontrol.
- Critical (kritis), contoh : tidak tepat waktu, biaya diluar perkiraan.
- Marginal (ringan), contoh : penjadwalan yang terlambat.
- Negligible (tidak berarti), contoh : penggunaan waktu proyek yang tidak optimal.
Model spiral sangat baik digunakan untuk pengembangan sistem yang besar, karena sistem ini meminimalisasi resiko lewat mekanisme yang baik. kelemahan sistem ini ada pada pengontrollannya dan belum banyak cerita sukses tentang penggunaan model ini.
MODEL INCREMENTAL
Model ini menerapkan rekayasa perangkat lunak perbagian, hingga menghasilkan perangkat lunak yang lengkap. Proses membangun berhenti jika produk telah mencapai seluruh fungsi yang diharapkan. Pada awal tahapan dilakukan penentuan, kebutuhan dan spesifikasi. Kemudian dilakukan perancangan arsitektur software yang terbuka, agar dapat diterapkan pembangunan per-bagian pada tahapan selanjutnya.
Tahapan pada model incremental adalah requirement, specification, architektur design, kemudian tahapan membangun tiap bagian secara berurutan. Setiap bagian yang telah selesai testing, maka akan dikirim kepemakai untuk lansung dapat digunakan. Pada model incremental, tahapan requirement, specification dan architektur design harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum tahapan pembagian tiap modul.
Kembali lagi kepada MANAJEMEN RESIKO PADA REKAYASA PERANGKAT LUNAK
Pada saat kita mengerjakan pengembangan perangkat lunak sering kita menghadapi berbagai situasi yang tidak nyaman seperti keterlambatan pengembangan atau pengeluaran biaya pengembangan yang melebihi anggaran. Hal ini dikarenakan kurang siapnya kita menghadapi berbagai kemungkinan resiko yang akan terjadi. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah ataupun meminimalkan resiko tersebut.
Mengapa manajemen resiko itu penting? Sikap orang ketika menghadapi resiko berbeda-beda. Ada orang yang berusaha untuk menghindari resiko, namun ada juga yang sebaliknya sangat senang menghadapi resiko sementara yang lain mungkin tidak terpengaruh dengan adanya resiko. Pemahaman atas sikap orang terhadap resiko ini dapat membantu untuk mengerti betapa resiko itu penting untuk ditangani dengan baik.
Beberapa resiko lebih penting dibandingkan resiko lainnya. Baik penting maupun tidak sebuah resiko tertentu bergantung pada sifat resiko tersebut, pengaruhnya pada aktifitas tertentu dan kekritisan aktifitas tersebut. Aktifitas beresiko tinggi pada jalur kritis pengembangan biasanya merupakan penyebabnya.
Untuk mengurangi bahaya tersebut maka harus ada jaminan untuk meminimalkan resiko atau paling tidak mendistribusikannya selama pengembangan tersebut dan idealnya resiko tersebut dihapus dari aktifitas yang mempunyai jalur yang kritis.
Resiko dari sebuah aktifitas yang sedang berlangsung sebagian bergantung pada siapa yang mengerjakan atau siapa yang mengelola aktifitas tersebut. Evaluasi resiko dan alokasi staf dan sumber daya lainnya erat kaitannya.
Resiko dalam perangkat lunak memiliki dua karakteristik:
- Uncertainty : tidak ada resiko yang 100% pasti muncul.
- Loss : resiko berimbas pada kehilangan.
Dan resiko memiliki tiga kategori:
- Resiko proyek : berefek pada perencanaan proyek.
- Resiko teknikal : berefek pada kualitas dan waktu pembuatan perangkat lunak.
- Resiko bisnis : berefek pada nilai jual produk
Contoh : Seorang programmer yang sangat pintar keluar. Resiko yang mana?
- Analisa resiko
Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil. Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas yang dihasilkan suatu resiko.
Dampak |
Biaya |
Waktu |
Kualitas |
Sangat rendah |
Dana mencukupi |
Agak menyimpang dari target |
Kualitas agak berkurang namun masih dapat digunakan |
Rendah |
Membutuhkan dana tambahan |
Agak menyimpang dari target |
Gagal untuk memenuhi janji pada stakeholder |
Sedang |
Membutuhkan dana tambahan |
Penundaan berdampak terhadap stakeholder |
Beberapa fungsi tidak dapat dimanfaatkan |
Tinggi |
Membutuhkan dana tambahan yang signifikan |
Gagal memenuhi deadline |
Gagal untuk memenuhi kebutuhan banyak stakeholder |
Sangat tinggi |
Membutuhkan dana tambahan yang substansial |
Penundaan merusak proyek |
Proyek tidak efektif dan tidak berguna |
Setelah mengetahui probabilitas dan dampak dari suatu resiko, maka kita dapat mengetahui potensi suatu resiko. Untuk mengukur bobot resiko kita dapat menggunakan skala dari 1 – 5 sebagai berikut seperti yang disarankan oleh JISC InfoNet:
Skala |
Probabilitas |
Dampak |
Sangat rendah |
Hampir tidak mungkin terjadi |
Dampak kecil |
Rendah |
Kadang terjadi |
Dampak kecill pada biaya, waktu dan kualitas |
Sedang |
Mungkin tidak terjadi |
Dampak sedang pada biaya, waktu dan kualitas |
Tinggi |
Sangat mungkin terjadi |
Dampak substansial pada biaya, waktu dan kualitas |
Sangat tinggi |
Hampir pasti terjadi |
Mengancam kesuksesan proyek |
Setelah resiko yang dapat mempengaruhi pengembangan teridentifikasi maka diperlukan cara untuk menentukan tingkat kepentingan dari masing-masing resiko. Beberapa resiko secara relatif tidak terlalu fatal (misal resiko keterlambatan penyerahan dokumentasi) sedangkan beberapa resiko lainnya berdampak besar. (misal resiko keterlambatan penyerahan software). Beberapa resiko sering terjadi (salah satu anggota tim sakit sehingga tidak bisa bekerja selama beberapa hari). Sementara itu resiko lainnya jarang terjadi (misal kerusakan perangkat keras yang dapat mengakibatkan sebagian program hilang).
Probabilitas terjadinya resiko sering disebut dengan risk likelihood; sedangkan dampak yang akan terjadi jika resiko tersebut terjadi dikenal dengan risk impact dan tingkat kepentingan resiko disebut dengan risk value atau risk exposure. Risk value dapat dihitung dengan formula :
Risk exposure = risk likelihood x risk impact
Idealnya risk impact diestimasi dalam batas moneter dan likelihood dievaluasi sebagai sebuah probabilitas. Dalam hal ini risk exposure akan menyatakan besarnya biaya yang diperlukan berdasarkan perhitungan analisis biaya manfaat. Risk exposure untuk berbagai resiko dapat dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk mengetahui tingkat kepentingan masing-masing resiko.
Akan tetapi, estimasi biaya dan probabilitas tersebut sulit dihitung, subyektif, menghabiskan waktu dan biaya. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan beberapa pengukuran yang kuantitatif untuk menilai risk likelihood dan risk impact, karena tanpa ini sulit untuk membandingkan atau meranking resiko tersebut untuk berbagai keperluan. Akan tetapi, usaha yang dilakukan untuk medapatkan sebuah estimasi kuantitatif yang baik akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dan bermanfaat atas terjadinya suatu permasalahan.
Beberapa manajer resiko mempergunakan sebuah metode penilaian yang sederhana untuk menghasilkan ukuran yang kuantitatif pada saat mengevaluasi masing-masing resiko. Beberapa manajer memberikan kategori pada likelihood dan impact dengan high, medium atau low. Akan tetapi bentuk ini tidak memungkinkan untuk menghitung risk exposure. Sebuah pendekatan yang lebih baik dan populer adalah memberikan skor pada likelihood dan impact dengan skala tertentu misal 1-10. Jika suatu resiko kemungkinan besar akan terjadi diberi skor 10, sedangkan jika kecil jika kemungkinan terjadinya kecil maka akan diberi nilai 1.
Penilaian likelihood dan impact dengan skala 1-10 relatif mudah, akan tetapi kebanyakan manajer resiko akan berusaha untuk memberikan skor yang lebih bermakna, misal skor likelihood 8 akan dipertimbangkan dua kali likelihood dengan skor 4.
Hasil pengukuran impact, dapat diukur dengan skor yang serupa, harus dimasukkan pada perhitungan total risk dari proyek tersebut. Untuk itu harus melibatkan beberapa biaya potensial seperti :
- Biaya yang diakibatkan keterlambatan penyerahan atas jadwal yang sudah ditentukan
- Biaya yang berlebihan dikarenakan harus menambah sumber daya atau dikarenakan mempergunakan sumber daya yang lebih mahal
2. Prioritas resiko
Pengelolaan resiko melibatkan penggunaan dua strategi:
· Risk exposure dapat dikurangi dengan mengurangi likehood atau impact
· Pembuatan rencana kontingensi berkaitan dengan kemungkinan resiko yang akan terjadi.
Sebarang usaha untuk mengurangi sebuah risk exposure atau untuk melakukan sebuah rencana kontigensi akan berhubungan dengan biaya yang berkaitan dengan usaha tersebut. Merupakan hal yang penting untuk menjamin bahwa usaha ini dilaksanakan dengan cara yang paling efektif dan diperlukan cara untuk memprioritaskan resiko sehingga usaha yang lebih penting dapat menerima perhatian yang lebih besar.
Estimasi nilai likehood dan impact dari masing-masing usaha tersebut akan menentukan nilai risk exposure. Setelah risk exposure dapat dihitung maka resiko dapat diberi prioritas high, medium atau low sesuai dengan besar kecilnya nilai risk exposure.
Risk exposure yang berdasarkan pada metode penilaian perlu diberikan beberapa perhatian. Hasil evaluasi pada tabel 1, contoh, tidak memperlihatkan resiko R5 adalah dua kali lebih penting dibandingkan R6. Pada kasus ini, kita tidak bias mengintepretasikan nilai risk exposure secara kuantitatif disebabkan nilai tersebut didasarkan pada metode penilaian yang non-cardinal. Pada kasus kedua, nilai exposure yang terlalu berjauhan akan mampu untuk membedakan antara resiko tersebut. Akan tetapi risk exposure akan memungkinkan kita untuk memperoleh suatu ranking sesuai dengan kepentingannya. Pertimbangkan resiko pada tabel 1, R3 dan R4 merupakan resiko yang paling penting dan kita dapat mengklasifikasikannya dengan high risk. Tingkat kepentingan yang berbeda dapat membedakan antara skor exposure satu dan dua ini dengan exposure tertinggi berikutnya yaitu R2. R2 dan R5 mempunyai skor yang hampir sama dan dapat dikelompokkan pada resiko dengan prioritas medium. Dua resiko lainnya, R1 dan R6 mempunyai nilai exposure yang rendah sehingga dapat dikelompokan pada prioritas rendah.
Dalam kenyataannya, secara umum ada beberapa factor lain, selain nilai risk exposure, yang harus diperhitungkan pada saat menentukan prioritas resiko.
Kepercayaan terhadap penilaian resiko
Beberapa penilaian risk exposure relative kurang. Untuk diperlukan investigasi lebih lanjut sebelum tindakan diambil.
Penggabungan resiko
Beberapa resiko saling bergantung dengan lainnya. Dalam hal ini maka beberapa resiko tersebut perlu dianggap sebagai satu resiko.
Jumlah resiko
Perlu batas jumlah resiko yang dapat dipertimbangkan secara efektif dan dapat diambil tindakannya oleh seorang manajer proyek. Untuk itu perlu dibatasi ukuran daftar prioritas.
Biaya tindakan
Beberapa resiko, yang suatu saat dapat dikenali, dapat dikurangi atau dicegah segera dengan biaya atau usaha yang sedikit tanpa menganggap nilai resikonya. Untuk resiko lainnya perlu dilakukan perbandingan antara biaya yang diperlukan dengan benefit yang diperoleh dengan mengurangi resiko tersebut. Satu metode untuk melaksanakan perhitungan ini adalah dengan menghitung risk reduction leverage (RRL) dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut:
RRL = REbefore – REafter
Risk reduction cost
REbefore adalah nilai risk exposure semula, REafter adalah nilai risk exposure yang diharapkan setelah diambil tindakan dan risk education cost adalah biaya untuk implementasi tindakan pengurangan resiko. Risk reduction cost harus dinyatakan dengan unit yang sama dengan nilai resiko yaitu nilai moneter yang diperlukan atau dengan nilai skor. Jika nilai yang diharapkan ternyata lebih besar maka RRL yang lebih besar memperlihatkan bahwa kita perlu berharap untuk meningkatkan rencana pengurangan resiko disebabkan reduksi risk exposure yang diharapkan lebih besar dibandingkan dengan biaya rencana.
3. Pengelolaan resiko
Jenis-jenis cara mengelola resiko :
- Risk Avoidance
Yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang mengandung resiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya, maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivita
1. Risk Reduction
Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu resiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu resiKo.
2. Risk Transfer
Yaitu memindahkan resiko pada pihak lain, umumnya melalui suatu kontrak (asuransi) maupun hedging.
3. Risk Deferral
Dampak suatu resiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi menunda aspek suatu proyek hingga saat dimana probabilitas terjadinya resiko tersebut kecil.
4. Risk Retention
Walaupun resiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara mengurangi maupun mentransfernya, namun beberapa resiko harus tetap diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.
Penanganan resiko:
- High probability, high impact: resiko jenis ini umumnya dihindari ataupun ditransfer.
- Low probability, high impact: respon paling tepat untuk tipe resiko ini adalah dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi resiko serta kembangkan contingency plan.
- High probability, low impact: mitigasi resiko dan kembangkan contingency plan.
- Low probability, low impact: efek dari resiko ini dapat dikurangi, namun biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini mungkin lebih baik untuk menerima efek dari resiko tersebut.
Contigency plan
Untuk resiko yang mungkin terjadi maka perlu dipersiapkan contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contigency plan haruslah sesuai dengan proposional terhadap dampak resiko tersebut. Dalam banyak kasus seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk mengurangi resiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa skenario memang membutuhkan full contingency plan, tergantung pada proyeknya. Namun jangan sampai tertukar antara contingency planning dengan re-planning normal yang memang dibutuhkan karena adanya perubahan dalam proyek yang berjalan.
Tabel resiko proyek software dan strategi mengurangi resiko
Resiko |
Teknik mengurangi resiko |
Kegagalan pada personil |
· Memperkerjakan staf yang handal
· Job matching
· Membangun tim
· Mengadakan pelatihan dan peningkatan karir
· Membuat jadwal lebih awal bagi personil utama |
Estimasi biaya dan waktu yang tidak realistis |
· Membuat beberapa estimasi
· Desain untuk biaya
· Meningkatkan pengembangan
· Merekam dan menganalisa proyek sebelumnya
· Standarisasi metode |
Mengembangkan fungsi software yang salah |
· Evaluasi proyek ditingkatkan
· Buat metode spesifikasi yang formal
· Survey pengguna
· Buat prototype
· Buat user manual lebih awal |
Mengembangkan antarmuka pengguna yang salah |
· Membuat prototype
· Analisis tugas
· Keterlibatan pengguna |
Gold plating |
· Mengurangi kebutuhan
· Membuat prototype
· Analisis biaya manfaat
· Desain biaya |
Terlambat untuk mengubah kebutuhan |
· Mengubah prosedur kendali
· Membatasi perubahan yang terlalu banyak
· Meningkatkan prototype
· Meningkatkan pengembangan (akibat perubahan) |
Kegagalan pada komponen yang disuplai pihak eksternal |
· Melakukan benchmarking
· Inspeksi
· Spesifikasi formal
· Kontrak perjanjian
· Prosedur dan sertifikasi jaminan kualitas |
Kegagalan menjalankan tugas eksternal |
· Prosedur jaminan kualitas
· Desain / prototype yang kompetitif
· Membangun tim
· Kontrak insentif |
Kegagalan kinerja real-time |
· Simulasi
· Benchmarking
· Prototipe
· Tuning
· Analisis teknis |
Pengembangnya terlalu sulit secara teknis |
· Analisa teknis
· Analisis biaya manfaat
· Prototipe
· Melatih dan mengembangkan staf |
4. Implementasi manajemen resiko
Setelah memilih respon yang akan digunakan untuk menangani resiko, maka saatnya untuk mengimplementasikan metode yang telah direncanakan tersebut.
- Monitoring resiko
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu resiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen resiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu resiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi resiko dan pengukuran resiko untuk mengetahui keefektifitas respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya resiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu resiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.